Jumat, 26 September 2014

Alasan dan Solusi Mencegah Kemunculan Kembali Wacana Pengurangan Subsidi BBM


Belakangan wacana pengurangan subsidi BBM kembali mengemuka. Ada yang setuju dan ada juga yang tidak setuju. Yang menarik, keduanya berbicara mengenai kepentingan rakyat, kepentingan orang banyak. Lantas, mana yang benar?
 
Pengurangan subsidi berdampak buruk, yaitu membebankan rakyat kecil secara langsung, belum lagi akibat dari efek domino-nya yang menyebabkan kenaikan harga barang lain, yang kemudian menyebabkan meningkatnya inflasi, dan lebih jauh, dapat pula menyebabkan instabilitas kondisi perekonomian negera ini. Di sisi lain, pengurangan subsidi juga berdampak baik, salah satunya yaitu berkurangnya beban anggaran negara, yang tentu dapat dialihkan untuk pembangunan infrastruktur dan lainnya. Maka, mempermasalahkan mana yang lebih benar bukanlah hal yang begitu penting. Adapun, mempermasalahkan alasan mengapa wacana ini sering kali muncul dan bagaimana solusi terbaiknya, menurut penulis, menjadi jauh lebih penting.


Alasan dan solusi mencegah kemunculan wacana pengurangan subsidi BBM

Konsumsi BBM di Indonesia sangatlah tinggi dan lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan produksinya. Hal inilah yang kemudian menyebabkan Indonesia harus mengimpor sekian juta barrel BBM per tahun. Implikasinya, Indonesia menjadi cukup tergantung dengan pergeseran harga minyak dunia. Fakta inilah yang menyebabkan wacana pengurangan subsidi sering kali muncul, belum lagi, jika kita juga turut memperhatikan nilai rupiah yang kian melemah dan peningkatan konsumsi yang berkali lipat dibandingkan kemampuan produksi yang stagnan.

Melihat fakta di atas, maka dua hal yang menurut penulis menjadi permasalah utama mengapa wacana pengurangan subsidi BBM sering kali muncul, adalah terkait masalah konsumsi dan produksi. Dengan kata lain, upaya untuk mengatasi permasalahan ini secara lebih baik adalah dengan menekan konsumsi atau meningkatkan produksi, atau melakukan dua hal tersebut sekaligus. 

Cara menekan konsumsi misalkan dengan mengurangi jumlah penggunaan kendaraan pribadi, yang artinya para penggunanya harus beralih ke kendaran masal. Masalahnya, hal ini tidak dapat terjadi jika transportasi masal kita jauh tidak lebih nyaman dibandingkan kendaraan pribadi, kecuali jika kita dapat menerapkan peraturan yang memaksa. Cara lain untuk menekan konsumsi adalah dengan melakukan konversi BBM ke energi alternatif lain. Masalahnya, infrastruktur produksi atau distribusinya belum tersedia secara baik dan merata.

Jika kita menemukan banyak masalah dengan cara menekan konsumsi, kita mungkin harus beralih ke cara meningkatkan kemampuan produksi. Satu-satunya cara adalah dengan melakukan serangkaian eksplorasi sumber minyak mentah dan dengan membuat kilang-kilang baru atau menemukan energi alternatif yang sama dengan BBM. Masalahnya, ini terlalu berisiko, negara ini nampaknya tidak cukup berani mengambil risiko ini.

Solusi terbaik

Jika melihat beberapa cara perihal menekan konsumsi atau meningkatkan produksi, kesemuanya terganjal dengan minimnya upaya karena minimnya modal untuk mencari dan merealisasikan alternatif lain. Maka, memperbanyak pundi rupiah adalah satu-satunya cara untuk melakukan hal tersebut. Mengurangi subsidi BBM dan mengalihkannya untuk anggaran realisasikan alternatif lain adalah yang termudah. Mencari modal dari para investor baik asing maupun lokal adalah cara lain. Namun, perlu kita ingat, bahwa negeri ini, apalagi di sektor-sektor tersebut, belumlah cukup menarik untuk dilirik. Lantas?

Perlu kita ingat bahwa solusi mendasar adalah dengan mengurangi konsumsi, sebagai pribadi atau warga negara tentu kita dapat melakukan ini, yaitu, dengan mau mengurangi intensitas penggunaan kendaran pribadi pengkonsumsi BBM bersubsidi dan beralih ke kendaraan masal. Bayangkan, jika ada satu juta rakyat Indonesia melakukan ini dan anggap bahwa dengan melakukan ini ada satu juta liter BBM yang berhasil dihemat per harinya, berapa rupiah subsidi yang berhasil dikurangi? Berapa rupiah subsidi yang dapat dialihkan untuk merealisasikan solusi lain yang lebih baik? Atau jika memang kita tidak bersedia untuk melakukan ini, harusnya kita berlapang dada menerima pengurangan subsidi dan menutup mata dengan banyak kesulitan yang akan terjadi pada saudara kita yang kondisi ekonominya tidak lebih baik dari pada kita.

Terakhir, sebagai refleksi, perlu kita ingat, bahwa Indonesia ini adalah negara yang sedang berkembang yang karenanya memiliki seribu dilema dan paradoks. Setiap permasalahan di negeri ini ketika coba diselesaikan dengan suatu cara akan selalu berimplikasi pada timbulnya permasalahan lain. Hal inilah yang perlu kita ingat. Juga, bahwa, tidak ada satu hal pun yang benar-benar baik tanpa hadirnya cela. Dan, adalah mengalah, tidak banyak menuntut, dan berbuat sebaik mungkin secara pribadi sebagai warga negara yang mencitai negaranya adalah hal yang dapat kita lakukan untuk membantu negara ini. Sebab, kita jugalah pengelola negara ini, bukan hanya pemerintah. Maka, kita juga tidak dapat serta merta menyalahkan pemerintah tanpa berkaca tentang diri kita sendiri. Dari kita, oleh kita, dan untuk kita.

Faiz Fadhlih Muhammad
Mahasiswa Tingkat Tiga
Jurusan Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Indonesia

Dapat juga dibaca di sini: koran sindo.com



   
    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar