Sabtu, 24 Mei 2014

Ragam Perspektif dalam Kajian Ekonomi Politik Internasional

Menurut R. J Barry Jones, ekonomi politik internasional merupakan salah satu cabang dalam ilmu hubungan internasional yang mengkaji hubungan yang rumit antara negara (politik) dan pasar (ekonomi) pada tataran hubungan internasional.[1] Dalam mengkaji hubungan yang rumit tersebut, setidaknya ada tiga perspektif utama yang digunakan digunakan, yaitu nasionalisme (realisme), liberal, dan marxisme. Ketigaknya memiliki penekanan yang berbeda dalam caranya memandang kegiatan ekonomi dan politik internasional dan keterkaitan di antara keduanya. Selain itu, ekonomi politik internasional merupakan kajian yang multidimensional dan multilevel. Ada setidaknya empat dimensi yang biasanya menjadi bahasan utama dalam kajian ini, yaitu, perdagangan, moneter, investasi, dan perusahaan multinasional.[2] Sedangkan untuk level analisa, dapat digunakan setidaknya empat level, yaitu, global level, interstate level, state/societal level, dan individual level.[3] Terkait dengan apa yang dijelaskan di atas, tulisan ini utamanya akan mencoba membahas keragaman perspektif. Pembahasannya akan mencakup beberapa hal, yaitu, definisi, perbedaan, dan contoh kasus dari masing-masing perspektif.
 
Menurut Gilpin, ada setidaknya tiga perspektif yang berkembang dalam kajian ekonomi politik internasional, yaitu liberalisme, marxisme, dan nasionalisme, yang masing-masing perspektif memiliki elemen analitik dan elemen normatif.[4] Liberalism merupakan perspektif yang secara analitik mengakar pada teori dan asumsi dari ekonomi neoklasik dan secara normatif berkomitmen pada ekonomi pasar dan kapitalisme. Nasionalisme merupakan perspektif yang secara analitik mengakar pada asumsi realis mengenai sistem internasional yang anarki, state-centricism, dan pentingnya kepemilikan power, sedangkan, secara normatif berkomitmen pada tujuan untuk state-building dan pemenuhan kepentingan negara. Sedangkan, marxisme merupakan perspektif yang secara analitik mengakar pada asumsi ekonomi liberal, akan tetapi tidak berkomitmen pada kapitalisme dan malah menganggap kapitalisme merupakan hal yang buruk.

Sedikit berbeda dengan Gilpin, Frieden dan Lake mengemukakan bahwa perspektif dalam kajian ekonomi politik internasional terdiri dari liberalisme, marxisme, dan realisme.[5] Liberalisme merupakan perspektif yang menganggap bahwa kegiatan ekonomi internasional merupakan suatu hal yang natural terjadi dan mendatangkan keuntungan bagi pihak-pihak yang terlibat. Perspektif percaya bahwa mekanisme pasar memiliki kemampuan dalam hal distribusi maupun alokasi resources dan oleh sebab itu, peran negara harus sangat dibatasi, hanya sebatas untuk menjaga harmoni dalam kegiatan ekonomi, yang dapat diwujudkan dengan dibentuknya institusi-institusi ekonomi oleh negara. Marxisme merupakan perspektif yang menganggap bahwa kapitalisme dan ekonomi pasar mengakibatkan meningkatnya ketimpangan antara pemilik modal dan pekerja karena adanya eksploitasi yang dilakukan oleh pemilik modal kepada pekerja. Dalam hal negara, ketimpangan dan eksploitasi terjadi di antara negara inti dan negara periferi. Sehingga, berbeda dengan liberalisme yang menganggap bahwa kegiatan ekonomi menguntungkan semua pihak yang terlibat, menurutnya kegiatan ekonomi hanya menguntungkan sebagian pihak, yaitu pemilik modal (negara inti). Realisme merupakan perspektif yang menganggap bahwa setiap negara memiliki tujuan untuk mengejar power dan kegiatan ekonomi merupakan bagian untuk mewujudkan ini. Hal ini berawal dari asumsi realis mengenai dunia yang anarki, yang mengakibatkan hubungan yang terjadi di antara negara-negara adalah hubungan power.

Jika dilihat dari kedua pandangan mengenai tiga perspektif utama dalam kajian ekonomi politik internasional, tulisan ini akan mengasumsikan bahwa antara perspektif nasionalisme yang dikemukakan oleh Gilpin dan perspektif realisme yang dikemukakan oleh Friedman dan Lake adalah sama. Dari kedua pandangan mengenai ketiga perspektif, setidaknya kita dapat menganilisa perbedaan dari beberapa aspek. Menurut Gilpin, perbedaan dari ketiganya dapat dilihat dari aspek analitik dan normatif, yang sudah cukup dijelaskan dalam penjelasan singkat definisi dari masing-masing perspektif di bagian awal. Sedangkan, menurut Friedman dan Lake, perbedaan dapat dilihat dari aspek unit analisa dan penekanan antara ekonomi dan politik.[6] Perspektif liberalisme, unit analisa utamanya adalah individu. Liberalisme memandang bahwa kegiatan ekonomi hingga setingkat internasional didorong oleh hakikat manusia untuk melakukan kegiatan ekonomi itu sendiri. Selain itu, liberalisme percaya bahwa ekonomi dan politik merupakan lingkungan yang masing-masing, sebagian besar, berjalan secara otonomi. Perspektif marxisme, unit analisa utamanya adalah kelas-kelas yang diakibatkan oleh kapitalisme, yang secara tidak langsung mengarah pada negara. Adapun, marxisme menekankan bahwa aspek ekonomi mempengaruhi aspek politik. Sedangkan, perspektif realisme memiliki unit analisa negara dan menekankan bahwa aspek politik mempengaruhi aspek ekonomi.

Selanjutnya akan dijelaskan mengenai tindakan-tindakan yang ditawarkan dari masing-masing perspektif. Perspektif nasionalisme dalam meananggapi kegiatan ekonomi politik internasional setidaknya menawarkan empat, yaitu protectionism, promotion of infant industries, education, dan infrastructure.[7] Protectionism berkaitan dengan upaya suatu negara untuk menjaga produk lokalnya dalam persaingan dengan produk luar, dengan menciptakan barrier tertentu. Di sisi lain, protectionism tidak selamanya bisa berjalan untuk menghindari persaingan, karenanya suatu negara juga harus berupaya untuk menciptakan industri dalam negerinya agar mampu bersaing; upaya untuk ini kemudian disebut sebagai promotion of infant industries. Selain itu, menurut perspektif nasionalisme, menekankan pula pada isu pembangunan pendidikan dan infrastruktur, mereka mempercaya bahwa pembangunan dalam kedua hal tersebut adalah upaya paling mendasar untuk dapat bersaing dan mendapatkan power melalui perdagangan internasional.

Perspektif liberalisme dalam menanggapi kegiatan ekonomi politik internasional setidaknya menawarkan dua hal, yaitu konsepsi mengenai interdependence dan international institutions atau regime.[8] Interdependence menyatakan bahwa dalam kegiatan ekonomi politik internasional terjadi saling dependensi, saling ketergantungan, antar negara-negara, yang diwakili oleh MNCnya. Ketergantungan ini terjadi karena setiap negara tidak dapat memproduksi kebutuhan konsumsi masyarakatnya, sehingga, mau tidak mau kebutuhan tersebut harus dipenuhi dari negara lain. Interdependence ini kemudian diatur agar tercipta sebuah order, dan upaya untuk mengatur tersebut salah satunya adalah dengan dibuatnya institusi atau rejim internasional. Yang menurut liberal institutionalist, institusi memiliki beberapa keuntungan, seperti, mengurangi biaya (transaction cost), dapat digunakan untuk mendapatkan informasi-informasi tertentu, dan dapat memfasilitasi negara-negara untuk membuat komitmen yang kredibel satu sama lain.[9]

Perspektif marxisme dalam menanggapi kegiatan ekonomi politik internasional setidaknya menawarkan konsep mengenai harus adanya keadilan (equality), dalam kebijakan moneter, fiskal, maupun perdagangan dengan tujuan untuk distribusi keuntungan kepada setiap elemen yang terlibat, dan untuk mengurangi gap antara pemilik modal dan pekerja.[10] Untuk itu, menurut Friedman dan Lake, perspektif marxisme fokus terhadap dua isu.[11] Pertama, nasib para pekerja seiring bertumbuhkembangnya MNC dan meningkatnya integrasi pasar antar negara yang menunjukan pelemahan para pekerja. Kedua, kemiskinan dan tidak berkembangnya pembangunan di negara-negara dunia ketiga.

Terakhir, penulis menyimpulkan, bahwa ada tiga perspektif utama yang satu sama lain memiliki perbedaan dalam memandang kegiatan ekonomi politik internasional, yaitu nasionalisme atau realisme, liberalisme, dan marxisme. Perbedaan tersebut setidaknya dapat diakibatkan oleh beberapa hal, yaitu, aspek analitik dan normatif, unit analisa, dan penekanan mengenai mana yang lebih berpengaruh antara politik atau ekonomi. Implikasi dari perbedaan tersebut adalah terjadinya perbedaan tindakan atau isu yang diangkat oleh masing-masing perspektif dalam menanggapi kegiatan ekonomi politik internasional. Seperti harus adanya proteksi menurut nasionalisme atau realisme; bahwa pasar bebas adalah hal yang wajar karena adanya interdependensi menurut liberalisme; atau harus adanya keadilan kebijakan baik fiskal, moneter, maupun perdagangan menurut marxisme.

Daftar Pustaka
 
Buku
Frieden, Jeffry A. dan David A. Lake. International Political Economy: Perspective on Global Power and Wealth 4th edition. London: Routledge, 2000

Gilpin, Robert. Global Political Economy: Understanding the International Economic Order. Princeton: Princeton University Press, 2001

Keliat, Makmur. “Satu Kajian Beragam Rupa”, dalam Kuntjoro-Jakti, Kajian Ekonomi Politik Internasional: Kembangkitan Kembali Asia Timur. Jakarta: Dept. Ilmu Hubungan Internasional, 2012

Keohane, Robert O. “From Interdependence and Institutions to Globalization and Govenrnance”, dalam Viotti dan Kauppi, International Relations Theory 4th Edition. New York, Pearson, 2010

Internet
Allen, G. “What is International Political Economy?” diakses dari http://www.pearsonhighered.com/assets/hip/us/hip_us_pearsonhighered/samplechapter/0205965156.pdf (pada Senin, 31 Maret, pukul 20.00 WIB)

Falkner, R. “International Political Economy” diakses dari http://www.londoninternational.ac.uk/sites/default/files/programme_resources/lse/lse_pdf/subject_guides/ir3026_ch1-3.pdf, (pada Senin, 31 April 2014, pukul 20.00 WIB)

Footnote:
[1] Makmur Keliat, “Satu Kajian Beragam Rupa”, dalam Kuntjoro-Jakti, Kajian Ekonomi Politik Internasional: Kembangkitan Kembali Asia Timur. (Jakarta: Dept. Ilmu Hubungan Internasional, 2012), halaman 14
[2] Keliat, halaman 15
[3] G. Allen, “What is International Political Economy?” diakses dari http://www.pearsonhighered.com/assets/hip/us/hip_us_pearsonhighered/samplechapter/0205965156.pdf (pada Senin, 31 Maret, pukul 20.00 WIB), halaman 13-14
[4] Robert Gilpin, Global Political Economy: Understanding the International Economic Order. (Princeton: Princeton University Press, 2001), halaman 14
[5] Jeffry A. Frieden dan David A. Lake, International Political Economy: Perspective on Global Power and Wealth 4th edition, (London: Routledge, 2000), halaman 9-13
[6] Frieden dan Lake, halaman 13
[7] R. Falkner, “International Political Economy” diakses dari http://www.londoninternational.ac.uk/sites/default/files/programme_resources/lse/lse_pdf/subject_guides/ir3026_ch1-3.pdf, (pada Senin, 31 April 2014, pukul 20.00 WIB), halaman 22
[8] R. Falkner, halaman 31
[9] Robert O. Keohane, “From Interdependence and Institutions to Globalization and Govenrnance”, dalam Viotti dan Kauppi, International Relations Theory 4th Edition. (New York, Pearson, 2010), halaman 161
[10] G. Allen, 11
[11] Friedmen dan Lake, 11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar