Jumat, 26 September 2014

Alasan dan Solusi Mencegah Kemunculan Kembali Wacana Pengurangan Subsidi BBM


Belakangan wacana pengurangan subsidi BBM kembali mengemuka. Ada yang setuju dan ada juga yang tidak setuju. Yang menarik, keduanya berbicara mengenai kepentingan rakyat, kepentingan orang banyak. Lantas, mana yang benar?
 
Pengurangan subsidi berdampak buruk, yaitu membebankan rakyat kecil secara langsung, belum lagi akibat dari efek domino-nya yang menyebabkan kenaikan harga barang lain, yang kemudian menyebabkan meningkatnya inflasi, dan lebih jauh, dapat pula menyebabkan instabilitas kondisi perekonomian negera ini. Di sisi lain, pengurangan subsidi juga berdampak baik, salah satunya yaitu berkurangnya beban anggaran negara, yang tentu dapat dialihkan untuk pembangunan infrastruktur dan lainnya. Maka, mempermasalahkan mana yang lebih benar bukanlah hal yang begitu penting. Adapun, mempermasalahkan alasan mengapa wacana ini sering kali muncul dan bagaimana solusi terbaiknya, menurut penulis, menjadi jauh lebih penting.

Sabtu, 24 Mei 2014

Ragam Perspektif dalam Kajian Ekonomi Politik Internasional

Menurut R. J Barry Jones, ekonomi politik internasional merupakan salah satu cabang dalam ilmu hubungan internasional yang mengkaji hubungan yang rumit antara negara (politik) dan pasar (ekonomi) pada tataran hubungan internasional.[1] Dalam mengkaji hubungan yang rumit tersebut, setidaknya ada tiga perspektif utama yang digunakan digunakan, yaitu nasionalisme (realisme), liberal, dan marxisme. Ketigaknya memiliki penekanan yang berbeda dalam caranya memandang kegiatan ekonomi dan politik internasional dan keterkaitan di antara keduanya. Selain itu, ekonomi politik internasional merupakan kajian yang multidimensional dan multilevel. Ada setidaknya empat dimensi yang biasanya menjadi bahasan utama dalam kajian ini, yaitu, perdagangan, moneter, investasi, dan perusahaan multinasional.[2] Sedangkan untuk level analisa, dapat digunakan setidaknya empat level, yaitu, global level, interstate level, state/societal level, dan individual level.[3] Terkait dengan apa yang dijelaskan di atas, tulisan ini utamanya akan mencoba membahas keragaman perspektif. Pembahasannya akan mencakup beberapa hal, yaitu, definisi, perbedaan, dan contoh kasus dari masing-masing perspektif.

Selasa, 01 April 2014

Pemilu, Penguasa Baru, dan Arah Kebijakan


Ini versi lengkap dari tulisan saya di Poros Mahasiswa Koran Sindo beberapa waktu yang lalu. Selamat membaca.

Pemilu tahun ini nampaknya akan menarik. Pasalnya, Pemilu tahun ini dapat dipastikan akan menghasilkan penguasa baru, yang kemungkinan besar memiliki ideologi yang berbeda dari pemimpin sebelumnya. Hal ini dapat diramalkan dengan melihat survey elektabilitas partai, yang terlihat cukup berbeda dari pemilu sebelumnya, dan mengingat memang tidak mungkin lagi ada incumbent mencalonkan diri.

Pengaruh Islam terhadap Kebijakan Luar Negeri Indonesia


Kebijakan luar negeri, selain dipengaruhi oleh kondisi internasional, juga dipengaruhi oleh kondisi dalam negeri. Bahkan, dalam beberapa hal, kondisi dalam negeri memiliki kecenderungan yang lebih dalam menentukan kebijakan luar negeri. Islam sebagai agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia, yang sedikit atau banyak mempengaruhi tata nilai masyarakat, disinyalir juga ikut turut campur dalam menentukan kebijakan luar negeri. Maka, membahas keterkaitan islam dan kebijakan luar negeri Indonesia menjadi salah satu bahasan yang menurut penulis menarik. Dalam tulisan ini, untuk mengurai keterkaitan Islam dan kebijakan luar negeri Indonesia, penulis akan menjelaskan perjalanan negara ini dari waktu ke waktu -kemerdekaan, orde lama, orde baru, dan reformasi- dan keterkaitannya dengan islam, khususnya mengenai di mana dan seberapa besar islam berpengaruh di waktu-waktu tersebut. Penulis juga akan mencoba menguraikan pendapat mengenai seberapa penting faktor islam; menguraikan apa keuntungan dan juga tantangan yang harus dihadapi. Dan terakhir, penulis akan menutup tulisan ini dengan sebuah kesimpulan singkat.

Rabu, 19 Februari 2014

Parpol Tidak Punya Harga Diri


Menarik membaca pemaparan Mohamad Sobary dalam tulisannya yang berjudul “Tokoh-Tokoh Tanpa Sejarah” yang dimuat di Koran Sindo, 17 Februari kemarin. Di tulisannya itu, Sobary sedikitnya menyayangkan satu hal, yaitu perekrutan caleg partai politik yang tidak jelas asal usulnya, tidak jelas track record pendidikan politiknya, tidak jelas warnanya, atau, sebagaimana judul, tidak jelas sejarahnya. Hal ini tercermin dari pertanyaan Sobary, yang berbunyi: “Mengapa tokoh yang tidak jelas sejarahnya dijadikan tokoh dan ditaruh di barisan paling depan dalam urusan politik?”, yang kemudian dilanjutnya dengan, “Partai politik harus (nya) lebih serius, lebih punya harga diri”. Adapun, mereka yang tergolong kategori tokoh yang tidak jelas menurut Sobary di antaranya ialah: penyanyi dangdut, pemain sinetron, dan pelawak.

Satu hal yang memang sangat disayangkan, mengingat partai politik adalah salah satu pemain penting di alam demokrasi, di alam pemerintah yang dilaksanakan dari, oleh, dan untuk rakyat, yang salah salah satu tugas pentingnya adalah melakukan kaderarisasi, dalam hal menyediakan pilihan-pilihan calon wakil rakyat terbaik yang siap melaksanakan amanah rakyat. Tentu yang terbaik bukanlah meraka yang hanya memiliki popularitas, tapi mereka yang memiliki pengetahuan dan kemampuan yang mumpuni, juga yang terpenting teruji integritas dan kecintaannya terhadap Indonesia.

Lantas, kemudian saya berpikir, mungkin, implikasi besar dari kasus ini adalah Indonesia yang stagnan saja proses perbaikannya, Indonesia yang begini-begini saja. Sedangkan, beberapa implikasi (yang lebih) kecil dari kasus ini adalah meningkatnya angka ketidakpercayaan masyarakat pada lembaga negara (khususnya DPR), menurunnya angka partisipasi politik (khususnya pada pemilu), kinerja lembaga negara yang tidak optimal, banyaknya pelanggaran hukum dan penyelewangan yang dilakukan oleh pemerintah, dan lainnya, yang mendukung atau menjadi faktor dari implikasi besar.

Terakhir, dari kalimat Sobary, “Partai politik harus (nya) lebih serius, lebih punya harga diri”, saya ingin mengartikannya sebagai, bahwa partai yang merekrut dan menawarkan pilihan caleg yang tidak jelas “sejarah”-nya bukanlah partai serius, bukanlah partai yang punya harga diri. Jangan dipilih!     

Sebuah renungan senja hari....

Depok, 19 Februari 2013
Faiz Fadhlih Muhammad (@faizfadhlih)