Kekhawatiran Oppenheimer: Sebuah Ramalan Tak Terbantahkan
Film
diawali dengan cerita mengenai keadaan dunia di akhir perang dunia kedua.
Diceritakan bahwa kondisi Nazi Jerman dan sekutunya telah terdesak oleh Amerika
dan sekutu pada April 1945. Kekalahan Nazi Jerman dan sekutunya mengantarkan
pada harapan berakhirnya perang dunia kedua. Namun, di belahan dunia lain,
tepatnya di Pasifik, Jepang masih terus melakukan perlawanan sengit terhadap
pihak Amerika. Meskipun Perang Pasifik telah menyebabkan lebih dari satu juta
jiwa rakyat Jepang dan sekitar sembilan ratus ribu tentara Amerika meninggal, perang
tersebut seolah tidak menunjukkan segera akan berakhir mengingat idealisme
rakyat Jepang yang tak mudah menyerah.
Ditengah
keadaan yang sedang sangat genting, Presiden F. D. Roosevelt meninggal dunia,
sehingga kemudian, menurut peraturan yang berlaku, F.D. Roosevelt digantikan
kepresidenannya oleh wakilnya, yaitu Harry S. Truman. Truman yang pada dasarnya
jarang diikutsertakan dalam pengambilan keputusan dan rapat ketika menjadi
wakil, dalam rapat kabinet pertamanya cenderung mencoba untuk mendapatkan
informasi terbaru mengenai keadaan perang, khususnya melawan Jepang.
Suatu
saat Truman diberitahukan mengenai Proyek Manhattan dalam sebuah pertemuan antara
Truman, Stimson, dan Grove. Dalam pertemuan itu, Groves mendesak agar dilakukan
uji coba terhadap satu dari tiga bom Proyek Manhattan pada pertengahan July,
dan mendesak pula untuk menggunakan dua lainnya untuk mengakhiri perang
pasifik. Truman sempat menentang dengan alasan ketakutan akan pelanggaran
terhadap Perjanjian Jenewa. Namun, Grove meyakinkan bahwa sehebat apa daya
hancur bom tersebut, bom itu tetap sebuah bom dan tidak akan dipermasalahkan.
Sebenarnya,
Proyek Manhattan merupakan proyek yang masih menimbulkan dilema termasuk bagi
Oppenheimer yang merupakan Pimpinan dari Proyek itu. Di satu sisi Oppenheimer
meyakini mengenai keberhasilan penelitiannya yang menandakan sebuah temuan baru
yang luar biasa, tetapi di sisi lain, Oppenheimer juga meyakini bahwa bom ini
akan menimbulkan kehancuran peradaban manusia.
Pada akhirnya, pada tanggal 1 Juni
1945, pemerintahan Amerika mengambil keputusan untuk menggunakan bom tersebut
secepat mungkin untuk menyerang Jepang, dijatuhkan di pusat-pusat militer
Jepang, dan dijatuhkan tanpa ada peringatan sebelumnya.
Di Jepang sendiri, beberapa petinggi
Tentara Jepang mempertahankan agar Jepang terus menyerang. Mereka meyakini
bahwa dengan semangat pantang menyerah tentara Jepang, mereka akan memenangkan
perang melawan Amerika. Namun, di pihak lain, para petinggi pemerintahan
cenderung ingin mengakhiri perang dengan jalur diplomasi, yaitu jalur diplomasi
negosiasi yang di fasilitasi oleh pihak ketiga. Adapun pihak ketiga yang mereka
ajukan adalah Rusia. Namun, Rusia seolah enggan untuk melakukan hal tersebut
dengan tidak adanya itikad Stalin untuk menerima utusan dari Jepang.
Pada suatu pertemuan yang membahas
mengenai penyerangan ke Jepang, muncul sebuah ide agar Truman mengeluarkan
pernyataan untuk mengakhiri peperangan ini, mencegah agar Amerika tidak
melakukan hal-hal yang di luar batas. Namun, dengan segala kecongkakannya
Truman enggan melakukan hal tersebut. Sampai akhirnya muncul sebuah ide agar
Truman, sebelum melakukan penyerangan, terlebih dahulu memberikan peringatan
dan pemberitahuan mengenai senjata yang mereka miliki. Ultimatum tersebut pada
akhirnya disampaikan pada Pertemuan Postdam yang kemudian dijawab oleh Jepang
dengan istilah yang dikenal “mokusatsu”, yang kemudian diartikan oleh Amerika
sebagai rejecting, dan menjadi hal yang meyakinkan Amerika untuk menjatuhkan
bom atom.
Pada tanggal 16 Juli, uji coba bom nuklir pertama dilakukan, dan dinyatakan berhasil. Beberapa orang melakukan pesta, termasuk Truman dan Stimson yang saat itu sedang berada di Jerman, tetapi tidak dengan Dr. Oppenheimer yang merasa khawatir dengan penggunaannya. Dr. Oppenheimer khawatir mengenai banyaknya korban yang akan berjatuhan dan juga mengenai penggunaan bom nuklir di masa yang akan datang.
Pada akhirnya, kekhawatiran Oppenheimer
mengenai banyaknya orang yang akan menjadi korban pun terjawab ketika bom
tersebut dijatuhkan pada tanggal 6 Agustus 1945 di Hiroshima. Dijelaskan dalam
film tersebut bahwa korban bom Hiroshima mencapai 130.000 jiwa.
Dari film ini, beberapa pernyataan Oppenheimer
mengenai kekhawatirannya akan dampak penjatuhan bom atom menjadi hal yang
menarik untuk ditelusuri lebih lanjut oleh penulis. Penulis mengklasifikasikan
kekhawatiran Oppenheimer menjadi kekhawatiran akan dampak langsung dan dampak
tidak langsung dari penjatuhan bom tersebut. Kekhawatiran dampak langsung mewakili
kekhawatiran akan banyaknya korban dan kerugian, dan juga efek radiasi daripada
bom atom tersebut. Sedangkan, kekhawatiran tidak langsung mewakili dampak bom
atom tersebut terhadap perlombaan pembuatan bom-bom atom lainnya. Kedua kekhawatiran
itu terangkum dalam penyataan bahwa manusia akan menghabisi hidupnya sendiri
dengan persenjataan canggih yang diciptakannya sendiri.
Dalam sebuah artikel, artikel pembanding,
dijelaskan bahwa setidaknya pemboman di Hiroshima dan Nagasaki telah
menghanguskan 200000 ribu jiwa, belum lagi selama kurang lebih lima tahun,
radiasi bom tersebut menyebabkan penyakit kanker dan kelainan genetika.
Sehingga, seorang ibu seringkali melahirkan anak-anak yang cacat secara fisik
atau cacat secara mental.[1] Secara
materil, artikel lain menyatakan bahwa setidaknya bangunan dalam radius dua
kilometer dari pusat ledakan hangus, bahkan dinyatakan menjadi debu, hanya
terdapat sedikit puing-puing beton; dalam radius tiga kilometer 90 % bangunan
hancur seperti karena diakibatkan oleh factor kebakaran dan ledakan; dan dalam
radius empat kilometer masih pula ditemukan ditemukan beberapa bangunan yang
hangus.[2] Data
di atas menjelaskan jika benar bahwa apa yang selama ini dikhawatirkan oleh
Oppenheimer terjadi.
Telah menjadi suatu kesepakatan kita
bersama, bahwa berakhirnya perang dunia kedua menjadi awal bagi lahirnya perang
dingin. Amerika dan Soviet yang merupakan dua kekuatan besar pada pihak
pemenang perang memiliki ideologi yang keduanya, khususnya Soviet, berkeinginan
untuk menyebarluaskan ideologinya. Secara kasat mata memang perang dingin
inilah yang kemudian menyebabkan persaingan dalam hal persenjataan, salah
satunya bom atom. Dan secara tidak kasat mata, menurut penulis, satu hal yang turut
mengakselerasi persaingan bom atom adalah Proyek Manhattan, Little Boy dan Fat man.
Apa yang dikatakan di atas didasari
oleh teori balance of power[3],
teori yang menyatakan bahwa selama setiap negara memiliki kondisi yang sama, terutama
dalam hal persenjataan, maka kecenderungan untuk saling menyerang atau yang
satu menyerang yang lain cenderung hilang. Teori ini pun membawa pada
kecenderungan bahwa setiap negara akan berusaha untuk setidaknya menyamakan
kondisi persenjataannya dengan negara lain, negara saingannya. Sebagai contoh,
ketika ada isu bahwa Jerman mengembangkan bom atom, maka, Amerika pun kemudian
mengembangkan bom atom, Proyek Manhattan. Begitu pula dengan Uni Soviet, ketika
Amerika mengembangkan bom atom, seolah tidak mau kalah, Soviet pun
mengembangkan bom atom. Hal ini jugalah yang menjadi kekhawatiran dari
Oppenheimer, yaitu, kekhawatiran bahwa akan ada bom-bom atom lain yang
diciptakan yang bahkan memiliki kekuatan satu juta ton TNT.
Sehingga, bagi penulis, penggunaan
bom atom pada peristiwa Hiroshima dan Nagasaki, bahkan sampai kapanpun dan
dimanapun, merupakan hal yang kurang tepat untuk dilakukan. Hal ini didasari
bahwa begitu banyak korban dan kerugian yang diakibatkan oleh peledakkan bom
atom tersebut, dan dampaknya pada upaya pengembangan bom-bom lain yang lebih
canggih yang akan menjadi ancaman nyata bagi peradaban manusia sendiri. Adapun
alasan bahwa bom tersebut bertujuan untuk mengakhiri perang dan mencegah lebih banyak
lagi korban perang, adalah egoisme Amerika semata agar tidak banyak dari
pihaknya yang mati dan karena perasaan ketidakrelaan Amerika yang telah
menghabiskan banyak uang sedang bom tidak digunakan. Alasan tersebut menurut
penulis tidaklah tepat karena pada dasarnya Amerika memiliki kekuatan militer
yang lebih kuat dibandingkan dengan Jepang dan lambat laun Jepang akan kalah
dengan sendirinya.
[1] James N Yamazaki dan Louis B
Fleming, “Children of the Atomic Bomb: An American Physician’s Memoir of
Nagasaki, Hiroshima, and Marshall Islands”, dalam British Medical Journal, Vol. 311, No.7001, hlm. 398
[2] Joanne Silberner, “Thirty Six
Years Later, the Struggle Continues”, dalam Science
News, Vol. 120, No. 18 (Oct. 31, 1981), hlm. 284-285
[3] Shiveta Singh, “Balance of Power”,
diakses dari http://www.britannica.com/EBchecked/topic/473296/balance-of-power
pada 25 September 2012 pukul 02.00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar